Pemerintah diminta menetapkan tata niaga kertas agar para penerbit buku dapat mencetak buku murah dan berkualitas. Saat ini, menurut Ketua Umum Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia Fauzi Lubis, komponen biaya pengadaan kertas untuk buku mencapai 60-70 persen dari harga pokok buku sehingga perlu disubsidi.
Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan Departemen Perindustrian berkonsolidasi menurunkan harga kertas untuk buku murah.
"Kami hanya meminta subsidi untuk kertas buku ajar," kata dia dalam diskusi "Buku Murah namun Berkualitas" kemarin. Jika kertas disubsidi, dia berjanji para penerbit dapat mencetak buku pelajaran seharga Rp 7.500 untuk 160 halaman.
Sementara itu, praktisi pendidikan Junaidi Gafar menilai kebijakan program buku murah melalui Internet atau e-book, yang dijalankan Departemen Pendidikan, justru hanya menguntungkan masyarakat yang secara ekonomi berkecukupan. Sebab, akses e-book, yang hanya lewat Internet, hanya mudah diperoleh siswa di kota-kota besar. "Padahal, dalam keseharian, mereka umumnya tidak bermasalah dengan harga buku," ujarnya.
Ia menyarankan perlunya subsidi silang untuk penerbitan buku. Penerbit yang lulus seleksi Badan Nasional Standardisasi Pendidikan, kata Junaidi, wajib mengalokasikan 20 persen untuk buku murah. Nantinya buku murah hanya diberikan ke sekolah yang kurang mampu.
Koordinator Kelompok Independen untuk Advokasi Buku Fitriani Sunarto pun menilai orang tua dan pendidik berada dalam posisi berlawanan. "Pendidik tergiring jadi pengecer, orang tua terpaksa jadi konsumen," katanya.
Ia menilai program peningkatan kapasitas guru lebih penting ketimbang pengadaan e-book. Sebab, guru sebagai pengampu kurikulum pendidikan bersentuhan langsung dengan siswa.
* Digunting dari Harian Koran Tempo Edisi 14 Mei 2008
Saturday, May 17, 2008
Buku Murah Perlu Subsidi Kertas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
:: Awal :: Kliping :: Esai :: Resensi :: Tips :: Tokoh :: Perpustakaan :: Penerbit :: Suplemen Khusus :: Buku Baru :: Undang-Undang ::
No comments:
Post a Comment