Monday, March 17, 2008

Sultan HB X Luncurkan Buku 'Merajut Kembali Keindonesiaan Kita'

Kiprah Sultan Hamengku Buwono (HB) X mendekati Pemilu 2009 semakin tampak. Raja Keraton Jogjakarta itu pada 15 Maret 2008 meluncurkan buku berjudul Merajut Kembali Keindonesiaan Kita di Gedung Pascasarjana UGM Lantai V.

Pada tanah yang sama, kita berdiri...
Pada air yang sama, kita berjanji...
Karena darah yang sama, jangan bertengkar..
Karena tulang yang sama, usah berpencar..
Indonesia... Indonesia... Indonesia

Begitulah penggalan bait lagu yang didendangkan musisi Franky Sahilatua. Lagu berjudul Di Bawah Tiang Bendera dan dibawakan secara akuistik itu membius hadirin yang hadir dalam peluncuran buku karya HB X, Merajut Kembali Keindonesiaan Kita. Semua diam membisu meresapi bait demi bait yang dilantunkan Franky.

Franky juga membawakan lagu berjudul Gending Keraton Jogja. Lagu itu diciptakan sebagai penghargaan bagi Jogjakarta. Begitu kedua lagu tersebut selesai dibawakan, tepuk tangan menggema di ruangan yang biasa dipakai untuk pengukuhan para doktor UGM itu.

Begitulah sekilas suasana peluncuran buku karangan HB X kemarin. Acara tersebut memang sangat istimewa. Sejumlah tokoh dari berbagai kalangan, seperti akademisi, menteri, politisi, budayawan, agamawan, tokoh ormas, sineas film, dan pengusaha, hadir dalam acara itu.

Dari akademisi, hampir seluruh guru besar UGM hadir. Misalnya, Prof Soetaryo, Prof Bakdi Sumanto, Prof Boma Wikantioso, Prof Sofyan Effendi, dan Prof Soejarwadi. Terlihat juga Menteri Negara Pemberdayaan Wanita Meutia Hatta dan Dewan Penasihat DPP Partai Golkar Surya Paloh.

Dari agamawan, hadir Dr Muslim Abdurrahman dan Ketua Fatayat NU Maria Ulfa. Dari sineas film, ada Garin Nugroho dan Mira Lesmana serta budayawan Vincentus Waiwerang dan pengusaha H.S. Dillon.

Selain dihadiri para tokoh, acara itu dipenuhi beberapa karangan bunga dari beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Misalnya, Menteri Komunikasi dan Informasi Muh. Nuh, Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris, dan Menteri Kehutanan M.S. Ka’ban.

Acara itu memang mengundang perhatian publik. Seluruh kursi terisi penuh. Bahkan, beberapa pengujung harus rela duduk lesehan karena tidak kebagian kursi.

Ada lima pembicara yang mengupas buku pertama yang diterbitkan HB X itu. Yakni, Mira Lesmana, Maria Ulfa, Prof Dr Komarudin Hidayat (rektor UIN Syarif Hidayatullah), Vincentus Waiwerang (budayawan), dan Majelis Guru Besar (MWA) UGM Prof Dr Soetaryo.

Acara berlangsung santai. Hampir seluruh pembicara memuji dan mengapresiasi karya perdana HB X itu. Bahkan, semua berharap HB X segera menerbitkan buku kedua sebagai bentuk eksistensi karya nyata.

"Buku ini sangat hebat. Ini adalah sebuah pemikiran tentang masa depan Indonesia dari segi budaya. Kami menunggu buku edisi kedua," ujar Komarudin.

Komarudin mengaku sangat mengagumi profil HB X. Bahkan, dia berharap HB X bisa merealisasikan pemikirannya untuk mengubah kondisi bangsa yang saat ini sangat memprihatinkan. "Pemikiran beliau yang tertuang dalam buku ini bisa menjadi titik tolak kebangkitan nasional tahap kedua," paparnya.

Suryo Paloh menegaskan, dalam buku setebal 310 halaman tersebut, dirinya menemukan sejumlah kualitas baru pada diri seorang HB X. Yakni, sebagai ideolog, budayawan, sufi, birokrat, dan filsuf.

"Dalam buku ini, Sultan memperlihatkan dirinya sebagai pemikir keindonesiaan yang komplet. Sultan risau dan gelisah terhadap keindonesiaan kini yang penuh dengan paradoks," paparnya.

Dia juga menyebut, buku Merajut Kembali Keindonesiaan Kita adalah buku pintar yang disumbangkan Sultan tentang anatomi Indonesia. Banyak pertanyaan yang dijawab dalam buku itu.

"Walaupun dalam bukunya Sultan selalu berlaku rendah hati dan mencoba untuk tidak menggurui. Dalam buku ini, juga tecermin kapasitas Sultan sebagai birokrat. Tidak saja ilmuwan menjahit, tetapi adalah penjahit yang merajut keindonesiaan dalam locus Jogjakarta. Sultan bukan pengamat penjahitan, tetapi pelaku. Sultan bagian dari struktur yang memerintah atas nama negara," pujinya.

Sementara itu, HB X yang ditemui seusai acara mengaku bahwa buku tersebut merupakan kumpulan dari pidatonya dalam berbagai kesempatan. Ketika ditanya apakah bukunya itu merupakan persiapan dalam rangka pencalonan presiden 2009, Sultan menegaskan tidak ada kaitan. "Wah, tidak ada hubungannya," elaknya sambil pergi. (
SYUKRON MUTTAQIEN)

* Digunting dari Harian Jawa Pos Edisi Ahad 16 Maret 2008

1 comment:

  1. Keprihatinan dan idealisme Ngarsa Dalem Sri Sultan HB X yang tersirat dan tersurat dalam buku ini merupakan aspirasi masyarakat Indonesia yang masih mempunyai harapan terhadap Negara Indonesia.
    Mampukan sebuah buku mengubah wajah Indonesia? Tentu saja tidak, kalau tidak dibaca oleh warga!
    Mampukan Ngarsa Dalem mewujudkan impiannya? tentu saja tidak kalau tidak bersama seluruh warga negara!

    Nah baiknya buku ini dijual enggak mahal, cukup kembali modal gitu...
    Saya nyakin Ngarsa Dalem lebih berkenan bukunya dibaca orang daripada menerima royaltynya.

    ReplyDelete