Thursday, February 21, 2008

Buku Menteri Kesehatan Ditarik dari Peredaran

Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari harus merelakan buku karyanya, Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung, edisi bahasa Inggris ditarik dari peredaran. Kesalahan penerjemahan dari penerbit mengundang reaksi keras dari WHO dan pemerintah Amerika Serikat.

"Memang, cukup menyedihkan," ujar Menkes ditemui dalam rapat koordinasi (rakor) bersama di Kantor Menko Kesra, Jakarta, sore kemarin (21/2). Buku setebal 182 halaman itu diterbitkan Menkes pada Rabu (6/2) di Hotel Borobudur, Jakarta.

Tulisan yang dianggap kontroversial dari buku Menkes adalah tudingan menteri yang juga dokter ahli jantung itu kepada WHO dan AS. Dalam bukunya yang sudah beredar luas di mancanegara, Siti Fadilah menuding WHO dan AS berkonspirasi untuk mencari keuntungan dari sampel flu burung. Bahkan, ditulis Menkes, ada dugaan penggunaan sampel virus flu burung untuk memproduksi senjata biologi AS.

Padahal, sampel-sampel virus tersebut notebene diambil dari sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia. Spontan, pemerintah AS merah telinga dan langsung membantah tulisan Menkes itu.

WHO bahkan mengecam pernyataan yang dianggap tak berdasar tersebut. Menurut klaim WHO, Presiden SBY kemudian meminta Menkes segera menarik buku karyanya yang edisi bahasa Inggris tersebut.

Betulkah Menkes menghujat WHO dan AS? Menurut menteri yang akrab disapa Siti itu, reaksi keras WHO dan AS tersebut murni karena kesalahan penerjemahan penerbit. Hanya, kesalahan tersebut lantas mengarah kepada hal-hal yang bersifat krusial, yang mengubah apa yang dikatakan dalam buku tersebut. "Yang saya sampaikan di situ adalah kemungkinan-kemungkinan, karena (penggunaan virus flu burung,Red) memang tidak transparan dan tidak diketahui sama sekali," ujar Siti.

Selain itu, Menkes menjelaskan bahwa di dalam bukunya tersebut tidak menuding AS memiliki senjata biologi dari virus flu burung. "Di versi bahasa Indonesia hanya menyebut negara, saya tidak tahu darimana asalnya dapat AS," jelas Siti.

Meskipun bukunya membikin resah pihak internasional, Menkes mengaku tidak kapok untuk kembali mengedarkan buku tersebut ke luar negeri. Dengan tanggapan luas dari mancanegara, menurut Menteri yang suka memberi pernyataan spontan itu, berarti masyarakat internasional menyadari bahwa kasus flu burung harus menjadi perhatian dunia. "Kalau sudah diedit, ya diterbitkan lagi dong," ujarnya sambil berlalu.

* Digunting dari Harian Jawa Pos Edisi 22 Februari 2008

4 comments:

  1. Menkes RI Siti Fadila Supari semestinya bisa berpikir dulu sebelum memberikan pernyataan yg bkn bidangnya sendiri. Beliau sama sekali tdk mengetahui apapun soal intelejen dan bukan pada tempatnya beliau menyampaikannya. Eksesnya bisa berdampak luas seperti yang terlihat skrg ini. Pada kenyataannya, beliau memang tidak mampu untuk membuat master plan penanggulangan virus flu burung di Indonesia. Mau berkaca, lihat saja RRC, Vietnam, Malaysia, Kamboja, Philipina, dan Thailand.
    Beliau malah membuat pikiran adanya intelejen tanpa ada bukti yang jelas. Padahal beliau ini adalah seorang ilmuwan. Setiap pernyataan dr suatu kesimpulan harus disertai dengan bukti. ITU YG DISEBUT DGN DISIPLIN AKADEMIS!!!!
    SUDAH SEMESTINYA PADA WAKTU ITU PRESIDEN SBY MEMECAT ORANG INI.

    http://leo4myself.blogspot.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baca bukunya dulu baru komentar, yang diperjuangkan Menkes adalah Hak negara-negara miskin, yang didalamnya ada ente sob,,,

      Delete
  2. Gara-gara protesnya terhadap perlakuan diskriminatif soal flu burung, AS dan WHO sampai-sampai mengubah kebijakan fundamentalnya yang sudah dipakai selama 50 tahun. Perlawanan Fadilah dimulai sejak korban tewas flu burung mulai terjadi di Indonesiapada 2005.

    Majalah The Economist London menempatkan Fadilah sebagai tokoh pendobrak yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia dari dampak flu burung.
    "Menteri Kesehatan Indonesia itu telah memilih senjata yang terbukti lebih berguna daripada vaksin terbaik dunia saat ini dalam menanggulangi ancaman virus flu burung, yaitu transparansi," tulis The Economist.
    Ketimbang mengikuti bosnya yg suka membebek pada prinsip kapitalis dan akademis yang dicekokkan oleh Barat, Menkes tampaknya lebih berbakat jadi pemimpin yang pandai memainkan posisi tawarnya sebagai menkes dan pengetahuannya tentang ketidakadilan dalam dunia kesehatan. Menurut kami, menkes punya bakat sebagai pemimpin daripada orang2 yg cuma ngomong doang, sok akademis, sok berwibawa, macam *BY dan sampeyan. Pemimpin dan pejabat publik mestinya mah lain dengan orang akademik yang digoblokin pake dalil dan prinsip akademik aja nurut. Kalo mau jadi budak kapitalis, monggo saja. Orang2 pengecut dimana dan kapan saja selalu ada... Toh, nyatanya intelejen kita juga selalu kebobolan, ga ada gunanya diberi dana yg besar. Bravo Menkes!

    ReplyDelete
  3. Perlu αϑα gebrakan umpan utk memancing suatu kebenaran. Salut!

    ReplyDelete