Friday, May 30, 2008

Diresmikan, Pusat Buku Indonesia

Sebagai negara produsen kertas, harga kertas sebagai bahan baku buku sebenarnya relatif murah. Harga buku menjadi mahal karena selera tinggi. Buku-buku yang diterbitkan umumnya menggunakan kertas HVS, bukan kertas buram seperti yang dilakukan India dan negara-negara lain.

Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat meresmikan Pusat Buku Indonesia yang bertempat di lantai 3 Gedung Kelapa Gading Trade Centre, Jakarta Utara, Jumat (30/5). Hadir dalam acara itu di antaranya Ny Mufidah Jusuf Kalla dan Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Setia Dharma Madjid.

”Harga kertas ditambah pajak dan lain-lain, saya tahu betul, tidak terlalu mahal. Sebab, kita adalah produsen kertas. Tetapi, kadang-kadang kita punya selera yang tinggi. Jadi, maunya kertas HVS,” ujar Wapres.

Menurut Wapres Kalla, dengan sebagian pajak yang sudah dihapuskan, memang buku relatif masih mahal.

Wapres mengakui sebagian besar penerbit langsung menjual buku-buku mereka ke sekolah. ”Kalau penerbit langsung menjual buku ke sekolah-sekolah, fungsi toko buku sebagai distributor buku tidak akan berjalan. Akibatnya, buku yang dijual di toko sedikit dan tidak ada. Yang banyak dijual di toko hanya novel dan komik. Itu karena yang dicetak sedikit. Karena dicetaknya sedikit, harga jual buku pun menjadi mahal,” ujar Wapres.

Oleh sebab itu, Wapres Kalla meminta agar peran dan fungsi toko dikembalikan lagi ke peran dan fungsi awalnya agar distribusi buku berjalan dengan baik kembali. ”Kalau ingin semangat baca meningkat, kembalikan sistem distribusi penjualan buku. Selama ini telah terjadi penghilangan salah satu fungsi dalam distribusi penjualan buku,” ujar Wapres lebih lanjut.

Pusat Buku yang pernah dicita-citakan kalangan penerbit buku yang tergabung dalam Ikapi selama 30 tahun lalu itu terdiri dari sekitar 258 toko buku, distributor, dan penerbit.

Pusat pertemuan

Setia Dharma Madjid mengatakan, Pusat Buku Indonesia didirikan atas upaya Ikapi dan pengusaha yang menyediakan tempat. Selama satu tahun, Pusat Buku Indonesia mendapatkan keringanan biaya tempat dari pengusaha.

Pusat tersebut diharapkan menjadi tempat pertemuan pihak-pihak yang terkait dengan perbukuan, baik penulis, penerbit, distributor, maupun pembaca. Dengan berkumpulnya penerbit, penulis juga diharapkan akan lebih mudah mengajukan karya-karyanya untuk diterbitkan.

Distributor, penerbit, dan toko buku yang menjadi anggota Pusat Buku Indonesia berharap tempat tersebut ramai pengunjung dan menjadi komunitas baru. Anton Utomo dari Anelinda Pusat Buku Unik dan Antik mengatakan akan melihat perkembangan Pusat Buku Indonesia selama satu tahun ini. ”Kalau nanti ramai, pasti kami akan tetap di sini,” ujarnya.

Dia berpendapat, pusat tersebut akan memudahkan masyarakat. Tidak hanya kemudahan mencari buku baru dan buku lama, tetapi informasi soal akan diterbitkannya buku baru.

Hal senada diungkapkan Jeane dari distributor Etnobook. ”Dalam bisnis perbukuan ada istilah dead stock atau buku-buku lama yang sudah ditarik dari toko. Di sini kami bisa bebas menjual buku baru dan lama,” ujarnya.

* Digunting dari Harian Kompas Edisi 31 Mei 2008

No comments:

Post a Comment