Sunday, March 23, 2008

Naskah Melayu Diburu dan Diperjualbelikan

Naskah kuno berisi sejarah Melayu kini semakin banyak diburu untuk diperjualbelikan dengan harga tinggi. Di tengah impitan ekonomi yang semakin sulit, warga yang memiliki naskah-naskah kuno tersebut rela menjualnya kepada para pedagang yang masuk ke kampung-kampung.

Pedagang umumnya memburu naskah-naskah kuno tersebut di sekitar Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Naskah yang sudah diperoleh, sebagian dijual kepada pembeli di Malaysia.

Naskah yang semula dibeli pedagang dari masyarakat dengan harga Rp 5 juta-Rp 20 juta tergantung isinya, setelah di tangan pedagang bisa dijual dengan harga Rp 50 juta-Rp 60 juta. Bahkan, di Tanjung Pinang ada pedagang yang menawarkan lima bundel naskah kuno dengan harga Rp 400 juta.

”Fenomena ini harus dihentikan. Semua pihak harus bertindak jika tidak ingin warisan kekayaan budaya bangsa yang sangat berharga hilang,” kata pemerhati sejarah Melayu, Aswandi di Batam.

Selain merupakan kekayaan budaya bangsa, lanjut Aswandi, naskah-naskah sejarah Melayu tersebut bisa menjadi bahan studi sejarah yang sangat berharga.

Sementara itu, tenaga staf Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau, Lazuardi, mengungkapkan, bahan-bahan sejarah di Kabupaten Lingga memang banyak tersebar di kalangan masyarakat. ”Ada masyarakat pemilik naskah yang mau menghibahkannya kepada pemerintah daerah dengan cuma-cuma. Tetapi, ada juga yang ingin menjual naskahnya kepada pemerintah daerah,” katanya.

Meskipun harga yang diminta tidak tinggi, lanjut Lazuardi, tetap saja dibutuhkan anggaran yang memadai. Padahal, nyaris tidak ada alokasi anggaran untuk pembelian naskah di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Segera dokumentasikan

Untuk mengatasi semakin maraknya perdagangan naskah sejarah Melayu, menurut Aswandi, idealnya pemerintah membeli naskah sejarah itu dan menyimpannya di museum. Dengan cara ini, masyarakat pemilik naskah tidak dirugikan dan pemerintah juga bisa menjaga kekayaan budaya bangsa.

Jika anggaran pemerintah terbatas, maka bisa menjalin kerja sama dengan perusahaan swasta, instansi, atau perseorangan yang peduli terhadap naskah sejarah Melayu.

Sambil mencari solusi ideal, pemerintah bisa mendokumentasikan naskah sejarah Melayu tersebut dengan format foto digital, sedangkan naskah aslinya disimpan pemilik. Di sisi lain, pemerintah juga perlu menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa naskah sejarah tersebut merupakan kekayaan bangsa.

Pada kenyataannya, lanjut Aswandi, ada juga masyarakat yang dengan penuh kesadaran memelihara naskah sejarah Melayu. tersebut. Di Pulau Penyengat, misalnya, ada warga yang menyimpan dengan baik sekitar 100 naskah sejarah Melayu, termasuk buku.

Aswandi menilai kepedulian pemerintah terhadap naskah sejarah memang belum optimal. Berbeda dengan Malaysia, apalagi Inggris. Saat ini misalnya, British Library, London, membiayai proyek dokumentasi digital bahan-bahan sejarah Melayu. ”Bahan-bahan sejarah itu difoto secara digital untuk disimpan di perpustakaan Inggris, perpustakaan daerah, dan pusat arsip nasional,” kata Aswandi.

*Digunting dari Harian Kompas Edisi 24 Maret 2008

No comments:

Post a Comment