Thursday, August 23, 2007

Harry Potter Menambang Emas

Accio Money! Itulah mantra yang digunakan Harry Potter untuk menyihir dunia bisnis para muggle, manusia yang bukan penyihir, di seluruh dunia. Dalam waktu sekejap, miliaran dollar AS mengalir, memenuhi kantong berbagai pihak, mulai dari sang pengarang, Joanne Kathleen Rowling, para penerbit, toko buku biasa maupun jaringan online, hingga studio film dan perusahaan yang membuat produk-produk ikutannya. Harry Potter adalah mesin uang bagi industri kebudayaan populer.

Hanya dalam hitungan jam setelah buku jilid ketujuh dan terakhir diluncurkan, 21 Juli 2007, oleh penerbit Bloomsburry di Inggris, Harry Potter and the Deathly Hallows (HPDH) terjual 2.652.656 kopi. Jumlah ini bahkan lebih besar dibandingkan buku sebelumnya, Harry Potter and the Half-Blood Prince yang dibeli oleh pembaca sebanyak 2.009.574 buku dalam waktu 24 jam setelah peluncuran pada tahun 2005. Di Amerika Serikat (AS), buku HPDH setebal 607 halaman yang diterbitkan Scholastic Corp tersebut telah sampai ke tangan 8,3 juta pembaca selama 24 jam pertama penerbitannya. Awal Agustus lalu, Scholastic mengumumkan bahwa buku seri ketujuh itu telah terjual 11,5 juta kopi. Angka tersebut menjadikan Harry Potter sebagai buku yang paling cepat terjual dalam sejarah buku cerita anak di seluruh dunia.

Respons para pembaca atas buku tentang tokoh penyihir cilik yang yatim piatu ini memang luar biasa. Di Inggris, para pembaca rela antre di depan toko buku sejak tanggal 20 Juli malam untuk memastikan buku tersebut sampai ke tangan mereka. Saat antre, mereka mengenakan berbagai busana maupun atribut yang biasa dipakai para tokoh di buku Rowling: jubah dan topi sihir, kacamata bulat Harry, maupun tanda luka di kening mereka. Di antara jam-jam menjelang tengah malam hingga pukul setengah tujuh pagi, Rowling menandatangani 1.600 buku atau dengan perhitungan jam sekitar 250 buku per jam.

Pemecah rekor penjualan

Saat Rowling menulis cerita Harry Potter pertama kali di atas kereta dalam perjalanannya dari Manchester ke London, tak tebersit sedikitpun di benaknya bahwa goresan tangannya itu akan mendulang ketenaran yang menakjubkan. Bahkan, naskah pertamanya tentang kisah penyihir yang bersekolah di Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry itu dikembalikan oleh agen yang pertama dikiriminya. Agen berikutnyalah yang dapat melihat bahwa cerita tentang seorang penyihir anak akan disukai jutaan orang di dunia dari segala usia. Surat tanda persetujuan dari agen kedua itu, Christopher Little, menurut Rowling, di dalam buku Wawancara Dengan J.K. Rowling terbitan Gramedia Pustaka Utama (GPU), adalah salah satu surat terbaik yang pernah sampai kepadanya.

Meskipun demikian, masih butuh waktu setahun lagi untuk bisa diterima oleh penerbit Bloomsburry. Ketika akhirnya Bloomsburry memutuskan untuk menerbitkan kisahnya, "Saat itu adalah momen kedua terbaik yang terjadi dalam hidupku—momen terbaik pertama adalah kelahiran Jessica, anak pertamaku," urai Rowling.

Tak diduga, seri pertama bukunya, Harry Potter and the Philosopher’s Stone, sangat digemari anak-anak. Buku itu terjual 150.000 eksemplar hanya dalam beberapa bulan saja dan beredar di hampir 30 negara. Setelah itu, tampaknya tongkat sihir Harry bekerja tak terbendung menghasilkan pundi demi pundi ke kantong Rowling maupun penerbitnya. Kesuksesan buku pertama mendorong penerbit di AS, Scholastic Corp, untuk membeli hak cipta dan menerbitkannya di wilayah AS dengan judul Harry Potter and the Sorcerer’s Stone. Berdasarkan data yang dikeluarkan Scholastic, hingga saat ini buku jilid pertama Harry Potter telah terjual sebanyak 29 juta kopi.

Seri-seri selanjutnya tak diragukan lagi, menyedot perhatian pembaca di seluruh dunia. Buku Rowling ini telah diterjemahkan ke dalam 61 bahasa di lebih dari 90 negara. Bila dihitung sampai buku seri ketujuh yang telah memasuki minggu keempat, karya pertama Rowling ini telah dicetak sebanyak 350 juta kopi. Ledakan pembelian buku tidak hanya terjadi di negeri asal Rowling dan AS saja. Di Jerman, misalnya, penerbit Bloomsburry berhasil menjual sebanyak 398.271 buku terakhir seri HPDH pada hari pertama peluncuran. Dengan semua angka ini, Harry Potter telah memecahkan rekor penjualan buku terbesar sepanjang sejarah. Ia juga menjadikan Rowling, perempuan kelahiran Chipping Sodbury di dekat Bristol, Inggris, pada 31 Juli 1965, sebagai perempuan penulis terkaya di Inggris dengan perkiraan pendapatan sekitar 450 juta dollar AS, lebih tinggi 50 juta dollar AS dari Ratu Elizabeth II.

Penerbitan buku Harry Potter ini tidak saja mengisi kantong pengarang dan para penerbitnya. Di AS, Barnes & Noble, toko buku terbesar di dunia, menjual 1,8 juta buku seri ketujuh dalam tempo 48 jam. Ini berarti, setiap detik ada 156 kopi yang terjual ke pembaca. Sementara itu, Amazon.com, jaringan toko buku online terbesar di dunia, mampu mendistribusikan 1,3 juta kopi pada 21 Juli lalu dan merupakan jumlah terbesar yang pernah dipesan untuk jenis produk tunggal. Sementara itu di Jakarta, stok sebanyak 2.000 eksemplar di jaringan toko buku Kinokuniya telah habis diserbu para Pottermania. Adapun jaringan toko buku Gramedia telah melayani 5.000 pesanan pada minggu pertama setelah peluncuran.

Edisi bahasa Indonesia buku Harry Potter yang diterbitkan GPU juga mencatat angka besar. Menurut General Manager Marketing GPU, Nung Atasana, buku Harry Potter jilid satu hingga empat rata-rata dicetak 170.000 eksemplar untuk tiap judul, sementara jilid lima dan enam lebih banyak lagi, rata-rata 210.000 eksemplar. Dengan harga banderol Rp 110.000 edisi soft cover, untuk seri keenam saja, GPU bisa meraup Rp 23,1 miliar.

Mesin uang Harry tidak hanya bekerja di bidang penerbitan buku saja, tetapi juga pembuatan film maupun merchandising. Pada tahun 1998, Rowling menandatangani kontrak dengan Warner Brothers, perusahaan entertainment besar di AS, yang memberikan hak lisensi pembuatan film serial Harry Potter dan produksi merchandising dengan brand Harry Potter. Seperti ditulis The Economist, nilai kontrak pada saat itu sebesar 500.000 dollar AS. Warner Bros kemudian memberikan lisensi kepada perusahaan lain untuk memproduksi barang-barang yang menggunakan nama tokoh-tokoh maupun benda-benda Harry Potter. Maka, selain menikmati buku dan film, para Pottermania juga bisa memiliki berbagai benda Harry Potter, seperti baju, wadah makanan dan minuman, berbagai jenis mainan dan games, permen dengan beragam rasa, seperti yang dimakan oleh para tokoh Harry Potter, lego untuk membuat Kastil Hogwarts, papan catur, bahkan sapu terbang Nimbus 2000 yang dipakai Harry dalam permainan Quidditch dan Golden Snitch, sejenis bola yang harus ditangkap Harry sebagai seeker di permainan itu.

Film

Pengaruh sihir Potter terhadap film-filmnya tidak kalah dibandingkan dengan penerbitan buku-bukunya. The Economist mencatat bahwa sekitar 80 persen pendapatan Warner Bros bukan berasal dari penjualan tiket semata, melainkan juga dari penyebaran video dan DVD, penjualan mainan, serta merchandise lainnya. Dari tiga film Harry Potter yang telah diputar di seluruh dunia berhasil dikumpulkan pundi-pundi sebesar 2,6 miliar dollar AS. Adapun film kelima, Harry Potter and The Order of The Phoenix, menghasilkan tidak kurang dari 708 juta dollar AS. Menurut catatan Nielsen SoundScan, sebuah perusahaan jasa monitoring perdagangan buku dan produk lainnya di Amerika Serikat, dari penjualan soundtrack film-film Harry Potter di Negeri Bush ini saja telah diraup pendapatan 1,1 juta dollar AS. Sementara itu, penjualan kue-kue, permen, dan permen karet telah menghasilkan pemasukan 11,8 juta dollar AS sejak tahun 2002. Maka, bisa dibayangkan berapa pemasukan yang diperoleh dari gabungan pemutaran film dan penjualan merchandise di seluruh dunia.

Harry Potter juga berhasil mendongkrak honor para aktor yang memerankan tokoh-tokoh di dalam film-filmnya. Daniel Radcliffe, misalnya, dari kontrak dengan Warner Bros untuk perannya sebagai Harry Potter mengantongi tidak kurang dari 50 juta dollar AS dan menjadikannya remaja terkaya di Inggris. Demikian pula halnya dengan Rupert Grint dan Emma Watson yang memerankan sahabat-sahabat Harry, masing-masing telah menjadi remaja jutawan.

Semua angka tersebut menunjukkan bahwa Harry Potter is about making money, karakter pencetak uang. Seluruh elemen industri kebudayaan populer kecipratan sihir emasnya. Harry Potter tidak hanya membawa JK Rowling menjadi penulis terkaya, tetapi juga menjadi salah satu komoditas hiburan non-Amerika yang mampu menguasai pasar dunia.

Proses penguasaan pasarnya memperlihatkan harus ada keterkaitan antara satu media dan media lainnya. Penerbitan buku-buku yang superlaris mendorong pembuatan dan peredaran film-filmnya. Sebaliknya, film yang mencapai box office ikut mendongkrak penjualan buku-buku dan merchandise lainnya. Kalau sudah demikian, logika industri kebudayaan globallah yang mengatur seluruh mesin uang Harry Potter. Tongkat sihirnya tidak lagi diperlukan.

* Digunting dari Harian Kompas Edisi 13 Agustus 2007

No comments:

Post a Comment