Bangsa Indonesia, terutama generasi muda, perlu belajar dari perjalanan kepemimpinan Soekarno dan Soeharto, baik itu keberhasilan maupun nasib mereka yang harus mengakhiri kekuasaan dengan cara yang tidak baik. Dengan demikian, hal-hal baik dari mereka dapat ditiru, sementara yang buruk tidak terulang.
Salah satu pelajaran berharga yang dapat dipetik, para pemimpin jangan terlalu percaya kepada laporan anak buah dan sesekali harus turun ke bawah melihat langsung keadaan rakyat. Pemimpin juga jangan terlalu lama berkuasa.
"Bung Karno diturunkan karena terlambat keluar dari bus. Sedangkan Pak Harto terlambat banting setir," kata Retnowati Abdulgani-Knapp dalam peluncuran buku tulisannya berjudul Soeharto, The Life and Legacy of Indonesian’s Second President, Rabu (25/4). Retnowati mengaku butuh waktu sekitar tiga tahun untuk menulis buku ini.
Sebagai pembicara lain dalam peluncuran buku ini, Direktur Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, Ketua Dewan Pendiri Universitas Pancasila Siswono Yudo Husodo, serta Pemimpin Redaksi Harian Kompas Suryopratomo.
Azyumardi menuturkan, Indonesia masih membutuhkan sejumlah segi kepemimpinan Soekarno dan Soeharto. Yang dibutuhkan dari Soekarno adalah kemampuannya menciptakan solidaritas. Sedangkan dari Soeharto, yang dibutuhkan adalah kemampuannya sebagai pemecah masalah. "Saat memimpin, Soeharto berhasil mengatasi sejumlah masalah, seperti kemiskinan, dengan pembangunan," kata dia.
(Digunting dari Kompas, 24 April 2007)
Wednesday, April 25, 2007
Soeharto, The Life and Legacy of Indonesian’s Second President
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
:: Awal :: Kliping :: Esai :: Resensi :: Tips :: Tokoh :: Perpustakaan :: Penerbit :: Suplemen Khusus :: Buku Baru :: Undang-Undang ::
No comments:
Post a Comment